JAKARTA - Kerap menangkap dan memenjarakan seseorang yang menyampaikan aspirasi lewat kritik pedasnya, tindakan aparat penegak hukum mengherankan banyak kalangan.
Refly Harun, salah satu yang mengaku heran. Sebelum memenjarakan, kata Refly, aparat penegak hukum perlu membuktikan secara detail kesalahan yang dilakukan orang tersebut.
Pengamat hukum tata negara itu berpendapat, seharusnya pemerintah menjadi pengayom masyarakat secara keseluruhan agar tidak ada kelompok yang pro dan kontra.
Refly menambahkan, sebuah kasus perlu diproses apa adanya dilihat dari kesalahannya dengan tidak terburu-buru untuk menangkap seseorang tersebut.
Dalam pandangan Refly, keputusan aparat memenjarakan orang jika diduga berpotensi menghilangkan barang bukti.
Terkait dengan kasus ujaran kebencian, menurut Refly adalah inti tindakan melawan hukum yang harus dibuktikan.
"Saya heran kenapa bangsa kita hobi sekali memenjarakan seseorang atau menangkap orang, kecuali alasan objektif dia akan melarikan diri,” ucap Refly dalam akun Youtubenya, Minggu (16/1).
Pihaknya mengatakan, jika kasus kejahatan sesungguhnya seperti pembunuhan, maka jelas ada pelanggaran tindak pidana dan harus dibuktikan apakah hal tersebut sudah direncanakan atau kecelakaan.
Refly mencontohkan kasus pembunuhan di KM50 yang dianalisanya merupakan pembunuhan murni.
"Cuman sekarang tinggal dibuktikan apakah terjadinya pembunuhan tersebut kehilangan nyawa tersebut karena by design atau by accident, tapi orang tidak berdebat lagi bahwa itu adalah sebuah tindak pidana. Tapi semua tindak pidana bisa mengandung pemaafan ketika misalnya dilakukan dalam kondisi terdesak terpaksa membela diri dan sebagainya,” katanya.
"Tapi bisa menjadi sebuah hukuman yang sangat dahsyat bisa hukuman mati kalau itu didesain direncanakan sedemikian rupa apalagi oleh aparat negara misalnya,” imbuhnya dikutip dari RMOL.
Oleh karena itu, Refly meminta aparat penegak hukum harus membedakan antara kejahatan murni atau kejahatan yang sebetulnya tidak mengarah kepada tindak pidana kejahatan.
Hanya saja, kata Refly, banyak orang yang bermain di media sosial yang malah mendorong untuk melakukan ujaran kebencian. Sehingga, pihaknya meminta agar masyarakat bijak dalam bersosial media.
“Orang-orang yang bermain di wilayah media sosial ini hendaknya jangan menggunakan narasi yang bisa dianggap menghina kelompok agama, atau agama tertentu karena itu agak sensitif. Boleh kritik Refly Harun, tapi jangan kemudian berpikir orang kritis dipidanakan,” demikian Refly. (RMOL/ima)
Selalu menempati 3 besar di antara calon yang digadang-gadang untuk maju calon presiden, ahli hukum tata negara Refly Harun sangat menyayangkan jika Gubernur
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengaku tidak mengenal Rizal Afif. Dia mengungkapkan alasannya mengundang Rizal Afif yang kini ditahan di Polres Bogor dalam
Pada 12 Mei lalu, seorang pria bernama Rizal Afif ditangkap Anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak atau PPA Satreskrim Polres Bogor.Polisi terpaksa
Budiman Sudjatmiko mengaku mengenalpakar hukum tata negara, Refly Harun. Dia akui mengenalnyasewaktu kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ali Mochtar Ngabalin kembali sindir Refly Harun. Dia menilai isi kepala Refly Harun hanya ada fitnah dan kebencian. Itu diungkapkan Tenaga ahli Kantor Staf
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin dan Politikus PDIP Ruhut Sitompul kompak membalas pernyataan pengamat politik, Refly Harun yang menyebut
Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi diminta keluarga Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J untuk berkata jujur kepada penyidik Polri.
Drama kasus polisi tembak polisi yang sukses menggegerkan publik di Tanah Air, sementara ini diakhiri dengan penetapan tersangka kepada Irjen Ferdy Sambo.
Penetapan mantan Kadiv Propam Polri,Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J ditanggapi pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS), Aziz Yanuar.
Tim Khusus (Timsus) Polri bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih terus mendalami kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, Jumat (8/7) lalu.
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo diduga kuat terlibat kasus pembunuhan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Benar saja, Selasa (9/8) petang, Listyo mengumumkan penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka dengan ancaman hukuman mati atau penjara 20 tahun.