SURABAYA - Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital, sistem paylater semakin marak digunakan. Namun, hati-hati! Hasil ijtima ulama MUI Jawa Timur menyebut sistem ini haram jika berbunga.
“Kami tidak mempermasalahkan paylater sebagai metode, tapi yang dibahas adalah akad yang digunakan,” ucap Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH Sholihin Hasan, Jumat, (5/8).
Diakuinya, sistem paylater banyak ditawarkan sejumlah pemberi layanan kredit digital memang memberi kemudahan bagi masyarakat yang ingin memiliki barang yang dibutuhkan.
Meski, dari sisi hukum Islam, sistem paylater bisa menjadi haram hukumnya jika tidak sesuai syariah.
Karena itulah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur melakukan hasil Ijtima Ulama pada pekan lalu.
Salah satu poin yang dibahas adalah terkait transaksi digital paylater yang menuai banyak perhatian.
KH Sholihin menambahkan, memanfaatkan kemajuan teknologi digital dalam transaksi pinjam meminjam merupakan sesuatu yang positif selama tidak bertentangan dengan tujuan dasar dalam akad pinjaman. Yaitu menolong sesama dan tidak menyalahi prinsip-prinsip syariah.
“Artinya kita tidak alergi terkait perkembangan teknologi, namun kita menekankan paylater sebagai metode sah tapi akad yang digunakan harus sesuai dengan syariah,” terangnya.
Sehingga, sistem paylater dengan menggunakan akad qard atau utang piutang yang di dalamnya ada ketentuan bunga hukumnya haram dan akadnya tidak sah, karena termasuk riba.
“Jika akadnya adalah utang pitang yang ada bunga maka haram dan tidak sah,” ujar Kiai Sholihin.
Di sisi lain, sistem paylater dengan menggunakan akad qard atau utang piutang yang di dalamnya tidak ada ketentuan bunga, hanya administrasi yang rasional, hukumnya boleh.
“Maksud administrasi yang rasional adalah dalam qard maudhu'nya adalah menolong sehingga jika ada biaya administrasi tidak masalah,” ucapnya.
Selain itu, sistem paylater dengan menggunakan akad jual beli langsung kepada penyedia paylater yang dibayarkan secara kredit hukumnya boleh, walaupun dengan harga yang relatif lebih mahal dibanding dengan harga tunai.
“Sehingga jika akadnya sesuai dengan prinsip syariah boleh, namun jika tidak sesuai maka haram,” terangnya.
Oleh karena itu, Fatwa MUI Jawa Timur memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mendorong pelaku usaha digital dengan sistem paylater agar menerapkan prinsip syariah dan berkoordinasi dengan Dewan Syariah Nasional MUI.
“Dan kami meminta masyarakat untuk bijaksana dan hati-hati dalam menggunakan sistem paylater agar tidak terjebak pada pola hidup boros, tidak terjebak pada praktek riba, dan tidak menyalahi prinsip-prinsip syariah,” pungkasnya dikutip dari RMOL.id. (ima/rtc)
Pengakuan terbaru Bharada E yang menyebut bukan dirinya yang membunuh Brigadir J ternyata tidak lepas dari peran 3 jenderal yang mendampinginya menghadap
Irjen Ferdy Sambo diduga melakukan pelanggaran kode etik terkait penanganan tempat kejadian perkara (TKP) meninggalnya Brigadir J di Kompleks Polri Duren Tiga,
DirtipidumBareskrim Polri, BrigjenAndi Rian Djajadi menegaskanajudan istri Irjen Ferdy Sambo, Brigadir RR telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pengajuan justice collabolator (JC) oleh Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E akan ditindaklanjutiLembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Identitas Brigadir RR, ajudanistri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang ditangkap Bareskrim Polri setelah Bharada E mulai dicari-cari publik dan netizens.
Permintaan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diajukan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi bisa saja ditolak.