JAKARTA - Cuti bersama yang berjumlah tujuh hari selama 2021 dipangkas menjadi dua hari. Itu pun hanya untuk Idul Fitri dan Hari Raya Natal.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah menyepakati dan menetapkan perubahan cuti bersama tahun 2021.
Perubahan cuti bersama dikurangi dari sebelumnya tujuh hari menjadi hanya dua hari. Pertimbangan pemangkasan cuti bersama untuk pencegahan penularan COVID-19 di masyarakat yang diakibatkan oleh mobilitas warga pada hari libur.
"Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) sebelumnya terdapat 7 hari cuti bersama. Setelah dilakukan peninjauan kembali SKB, maka cuti bersama dikurangi dari semula 7 hari menjadi hanya tinggal 2 hari saja," ujarnya, Senin (22/2).
Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu, Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 281 Tahun 2021, Nomor 1 Tahun 2021, Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 642 Tahun 2020, Nomor 4 Tahun 2020, Nomor 4 tahun 2020 Tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2021.
Diungkapkannya, cuti bersama tahun 2021 yang dipangkas sebanyak lima hari, yakni tanggal 12 Maret yaitu cuti bersama dalam rangka Isra Miraj Nabi Muhammad SAW, tanggal 17, 18, dan 19 Mei yaitu cuti bersama dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah, serta tanggal 27 Desember yaitu cuti bersama dalam rangka Hari Raya Natal 2021.
Sementara cuti bersama yang tetap ada yakni pada tanggal 12 Mei dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah, dan 24 Desember dalam rangka Raya Natal 2021.
Pemerintah mempertimbangkan masih diberikan satu hari cuti bersama menjelang Hari Raya Idul Fitri dan satu hari menjelang Natal bertujuan untuk memudahkan Polri dalam mengelola pergerakan masyarakat.
"Jangan sampai terjadi penumpukan pada satu hari dan justru akan berbahaya," katanya.
Muhadjir menjelaskan beberapa alasan pengurangan libur, yakni kurva peningkatan COVID-19 belum melandai meski berbagai upaya sudah dilakukan. Menurutnya ada kecenderungan kasus COVID-19 peningkatan di tiap selesai libur panjang. Sebab mobilitas masyarakat cenderung naik, dan program vaksinasi sedang berjalan.
"Oleh karena itu pemerintah perlu meninjau kembali cuti bersama yang berpotensi mendorong terjadinya arus pergerakan orang sehingga penularan meningkat. Sekali lagi ditegaskan bahwa Tahun 2021 Cuti Bersama dipotong lima hari dari tujuh hari yang ada," katanya.
Sementara Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19, Brigjen TNI (Purn) Alexander K Ginting menegaskan, kunci memutus penularan COVID-19 adalah membatasi mobilitas masyarakat.
"Memang kunci dari pemutusan rantai penularan ini adalah bagaimana membatasi mobilitas ya, mobilisasi. Dan itu bisa terjadi dengan penguncian di tingkat Desa," katanya.
Alex mengungkapkan, tepat jika pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sebagai upaya menurunkan adanya kontak yang berpotensi penyebaran kasus COVID-19.
"Jadi artinya tepat, kita lihat PPKM itu adalah menurunkan pelacakan kontak dan sekaligus juga pengawasan mereka yang diisolasi," ujarnya.
Sebelumnya Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito juga menegaskan akan membatasi pergerakan manusia saat periode libur panjang selama pandemi belum usai.
"Untuk libur panjang yang akan datang, tetap akan diterapkan pembatasan kegiatan dan mobilitas untuk mencegah penularan," ujarnya. (gw/zul)
Pemerintah akan mengevaluasi cuti bersama tahun 2021. Hal ini dilakukan untuk menekan akan penyebaran COVID-19.
Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri sepakat menetapkan libur nasional dan cuti bersama tahun 2020.
Pemerintah mengimbau cuti bersama akhir Oktober tidak menjadi ajang penularan Covid-19.
Pemerintah resmi menetapkan hari libur nasional dan cuti bersama di tahun 2021 sebanyak 23 hari.
Pemerintah segera membuka pendaftaran penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2021. Sebanyak 1,3 juta formasi disiapkan.
Pembukaan izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil yang dikeluarkan Presiden Jokowi ditolak publik.
Perpres 10/2021 tentang Investasi Miras yang berlaku untuk daerah tertentu mulai dari Papua, NTT, dan Bali, ternyata ditolak Pemprov Papua.
Ditandatanganinya Perpres No.10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) seolah-olah mengingkari janji.
Massifnya penolakan kebijakan izin investasi minuman beralkohol (minol) harus menjadi perhatian serius pemerintah.
Pemerintah dimintaPimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bijaksana terkait ditekennya Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.