JAKARTA - Rencana pemerintah memberlakukan syarat wajib tes PCR bagi semua moda transportasi dikritik keras anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf.
Bukhori juga mempertanyakan sikap Presiden Joko Wiodo (Jokowi) dalam merespons tuntutan publik. Alih-alih mendengar aspirasi publik untuk menghapus syarat wajib tes PCR, Jokowi justru memberi arahan untuk menurunkan tarif tes PCR menjadi Rp300 ribu.
“Jika pertimbangan pemerintah murni demi kesehatan dan mitigasi risiko gelombang ketiga, tentunya bukan tes usap PCR yang menjadi syarat mutlak untuk perjalanan, melainkan cukup rapid test antigen. Sebab, tujuan dari tes PCR adalah untuk tes konfirmasi Covid-19,” kata Politisi PKS tersebut.
Demi menjawab tuntutan publik, anggota Komisi Kebencanaan ini melanjutkan, pemerintah tidak cukup sekadar menetapkan batas harga tertinggi tanpa intervensi langsung melalui kebijakan subsidi.
Sampai saat ini pemerintah juga belum transparan soal komponen biaya tes PCR yang perlu diketahui publik. Apakah dengan tarif Rp300 ribu sudah mencakup segala komponen pembiayaan seperti jasa pengambilan sampel, alat tes, hingga alat pelindung diri (APD) bagi nakes.
"Sebab, biaya lain-lain inilah yang berpotensi disiasati pelaku bisnis agar tetap meraup untung tinggi sehingga menyimpang dari ketentuan pemerintah. Pada akhirnya seruan untuk menurunkan harga tes PCR tak ubahnya hanya sekadar basa-basi pemerintah yang sama sekali tidak bermanfaat bagi publik,” kata Bukhori dikutip, Kamis (28/10).
Lebih lanjut, politisi PKS ini juga mengendus ada indikasi persaingan bisnis di balik kebijakan syarat wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan. Musababnya, penyedia layanan tes PCR menjamur di sejumlah tempat dengan menawarkan harga berlapis tergantung pada kecepatan hasil tes.
“Jangan peras rakyat dengan dalih risiko gelombang ketiga di kala pemerintah punya sejumlah alternatif untuk memitigasi risiko ini tanpa memberatkan rakyat. Oleh karena itu pemerintah mesti segera membatalkan syarat tes PCR ini karena sarat dengan kepentingan bisnis dan diskriminatif,” pungkasnya. (khf/zul)
Meningkatnya kasus Covid-19 akhir-akhir ini di Indonesia, diantisipasi pemerintah dengan kembali mewajibkan tes PCR untuk kegiatan berskala besar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menerima laporan dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Kamis (4/11).
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta Presiden Joko Widodo menindak menteri yang diduga terlibat dalam bisnis alat tes PCR.
Adanya dugaan oknum menteri yang terlibat bisnis tes PCR selama pandemi Covid-19, harus ditelusuri dan ditindak tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika benar.
Marinves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) melalui juru bicaranya, Jodi Mahardi menampik tudingan terlibat dalam bisnis Tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
Penghapus syarat tes PCR bagi pengguna moda transportasi udara oleh pemerintah diapresiasi sejumlah kalangan.
Hingga Senin, 15 Agustus 2022, tercatat sudah ada 35 polisi yang diduga tidak profesional saat menangani pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Deolipa menggugat tiga pihak tergugat, yakni Bharada E, Ronny Talapessy selaku kuasa hukum saat ini, dan Kabareskrim Polri.
Penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo dicurigai tidak hanya dilakukan Bharada E. Komnas HAM pun tengah mendalami apakah ada pelaku lainnya.
Meski susah saat dimintai keterangan, istri Ferdy Sambo atau Putri Candrawathi disebut pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau
Gempa bermagnitudo (M) 5,2 yang mengguncang Laut Jawa, Jawa Tengah, dirasakan di wilayah Karimun Jawa hingga Jepara, pada Senin, 15 Agustus 2022 malam.Hal ini
Usai ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan Brigadir Joshua, Irjen Ferdy Sambo nampaknya harus berhadapan dengan pengakuan anak buahnya.Salah